Pondok Pesantren Al-Zaytun

Penerimaan Santri Baru Tahun Pembelajaran 2009/2010

14 Maret 2010 pukul 22:10
Segudang Asa di Pundak Al-Zaytun
Pembukaan Pembelajaran 1 Juli
Pembukaan Pembelajaran 1 Juli
“Saya menyekolahkan anak ke Al-Zaytun karena menginginkan anak tidak hanya pinter tetapi juga bener,” kata Ahmad Tarmizi, S.Sos, pegawai Pemda Kota Metro, Lampung.

Calon santri tiba di Al-Zaytun
Calon santri tiba di Al-Zaytun

Tahun baru pembelajaran tiba. Banyak orang tua sibuk memilihkan tempat pendidikan untuk anaknya yang akan masuk sekolah dasar, menengah pertama, dan lanjutan atas. Agar berjalan seirama, pilihan orangtua haruslah juga merupakan pilihan anak. Tentu saja tak mudah untuk memilih satu dari ribuan sekolah yang ada yang benar-benar sesuai kehendak. Pada tahun ini Al-Zaytun masih menjadi sekolah yang banyak diminati para orang tua dan anaknya sebagai tempat untuk menimba ilmu. Banyak hal yang menjadi alasan mengapa mereka menyekolahkan anaknya di Al-Zaytun.

Juwahir, S.E. Anggota DPRD Kab. Tebo, Jambi.
Juwahir, S.E. Anggota DPRD Kab. Tebo, Jambi.
Juwahir, SE, anggota DPRD Kab. Tebo, Jambi, wali santri Brimba Fatra Afrindo, tertarik menyekolahkan anak ke Al-Zaytun karena menginginkan anak terhindar dari pergaulan bebas yang bisa merusak masa depan, seperti menjadi pengguna narkoba. “Saya melihat pergaulan bebas itu tidak terjadi di Al-Zaytun karena aktivitas santri terkontrol dengan baik,” katanya. Hal senada juga dikatakan Muhammad Shaleh, wali santri Rusdiansyah, asal Kab. Tarakan, Kalimantan Timur.

Lain lagi, Santi Handayani, wali santri asal Banjarmasin, memilih memasukkan anak ke Al-Zaytun setelah melihat sarana dan prasarana pendidikan seperti olahraga, komputer, kesenian yang dinilainya bagus dan berkualitas. “Fasilitas pendidikan yang menjadi alasan saya menyekolahkan anak ke l-Zaytun,” kata wali santri Muhammad Suhada ini. Dengan adanya fasilitas penunjang pendidikan yang memadai, kemampuan pelajar dalam mengolah pikirannya pun akan lebih baik. Selain itu, kesenian dan olahraga juga menjadi salah satu unsur penting untuk membangun hubungan sosial yang harmonis, baik diantara pelajar maupun pengajar.

Tes hafalan (tahfidh) Juz 'Amma
Tes hafalan (tahfidh) Juz 'Amma
Disiplin menjalankan sistem pendidikan dan lingkungan yang tertata mencerminkan sikap manusianya berjalan dengan keteraturan juga menjadi pertimbangan orangtua menyekolahkan anaknya ke Al-Zaytun, seperti yang dirasakan oleh Hj. Fatimah Abu Bakar. “Yang membuat saya tertarik menyekolahkan anak ke Al-Zaytun, antara lain sikap disiplin dan gaya hidup yang teratur,” kata istri H. Husain Abdullah, pengelola SUN TV, Makasar.

Dalam perbincangan dengan Al-Zaytun usai tes wawancara, Fatimah yang juga saudara Wakil Ketua MPR, Aqsa Mahmud, bercerita, kalau semula tidak ada rencana menyekolahkan anak ke Al-Zaytun. Namun, anak keduanya, Sahira Husein, bercita-cita melanjutkan pendidikan di pesantren karena ingin lebih giat dalam menjalankan ibadah. “Kalau di rumah, saya sering malas beribadah,” kata Sahira. Fatimah pun meluluskan keinginan anaknya dan mencari informasi tentang pesantren yang ada di Jawa. Setelah berbagai informasi tentang pesantren didapat, pilihannya jatuh ke Al-Zaytun. Gayung bersambut, Sahira langsung tertarik saat pertama datang ke Al-Zaytun, pekan kedua Mei lalu. “Kesan pertama melihat Al-Zaytun, besar, indah, dan bagus,” kata Sahira. Hari itu juga Fatimah langsung mendaftarkan Sahira.

Taufiq, wali santri asal Indramayu
Taufiq, wali santri asal Indramayu
Taufiq, ayah Takiya Utami, memilih Al-Zaytun sebagai tempat pendidikan anaknya setelah mempelajari tentang tujuan pendidikan Al-Zaytun, yakni mempersiapkan peserta didik untuk berakidah yang kokoh dan kuat terhadap Allah dan syari’atNya, menyatu di dalam tauhid, berakhlakul karimah, berilmu pengetahuan luas, berketrampilan tinggi sehingga sanggup siap dan mampu untuk hidup secara dinamis di lingkungan antar bangsa dengan penuh kesejahteraan dan kebahagiaan duniawi maupun ukhrowi. “Tujuan pendidikan Al-Zaytun sangat pas dengan keinginan saya,” kata Taufiq, wali santri asal Indramayu yang bekerja sebagai agen asuransi di PT. Prudential Live ini.

Takiya Utami didampingi ibu dan adiknya.
Takiya Utami didampingi ibu dan adiknya.

Selain itu, Taufiq menghitung biaya sekolah di Al-Zaytun juga cukup murah yang hanya US$ 3500 untuk enam tahun pendidikan. Itupun sudah termasuk biaya makan, seragam, dll, ditambah lagi dengan gedung pendidikannya berkualitas. “Biaya sekolah di Al-Zaytun ini sangat murah, apalagi dibandingkan biaya sekolah-sekolah di Jakarta,” katanya. Sang anak, Takiya, senang di Al-Zaytun karena bisa bergaul dengan anak-anak se-Nusantara, bahkan luar negeri.

Sementara Ahmad Sun’an, perwira polisi asal Tangerang, Banten, yang pernah bertugas di berbagai daerah di Indonesia antara lain Aceh, Kalimantan barat, dan Jawa tengah, sudah lama ingin menyekolahkan anak ke Al-Zaytun, tepatnya sewaktu bertugas di tegal, akhir dekade 90-an. Ketertarikannya memasukkan anak ke Al-Zaytun setelah mendapat informasi dari temannya, sesama polisi, yang juga menyekolahkan anak ke Al-Zaytun pada angkatan pertama. Alasan lainnya, Sun’an menilai para pengajar di Al-Zaytun profesional dalam mendidik dan berperilaku terpuji. “Guru-guru di Al-Zaytun kesalehannya benar-benar kelihatan,” ungkap wali santri Muhammad Hatta Irsan ini.

Sebagai polisi, Sun’an sangat paham dengan banyaknya isu tentang Al-Zaytun. Hanya saja semua isu negatif itu menurutnya tidak benar. “Jika isu itu benar, pasti Al-Zaytun ini sudah ditutup,” simpul Sun’an. “Toh, Al-Zaytun tetap eksis dan isu itu tertepis dengan sendirinya,” tambahnya. Menurut Sun’an, agar Al-Zaytun ini lebih maju harus mau menerima masukan yang sifatnya membangun dari siapa saja. Untuk itu, Sun’an menyarankan agar di Al-Zaytun dibuat semacam kotak saran sehingga siapapun jika mempunyai saran bisa menulis dan memasukkannya ke kotak tersebut.

Ahmad Tarmizi, S.Sos, pegawai Pemda Kota Metro, Lampung
Ahmad Tarmizi, S.Sos, pegawai Pemda Kota Metro, Lampung

Kemauan menyekolahkan anak ke Al-zaytun yang sudah dipendam sejak lama juga diangankan Ahmad Tarmizi, seorang pegawai Pemda Kota Metro, Lampung. Ceritanya, tiga tahun lalu, temannya sesama pegawai Pemda Kota metro mengadakan studi banding pendidikan ke Al-Zaytun. Apa yang didapat di Al-Zaytun itu kemudian disebarluaskan, salah satunya kepada Tarmizi. Sejak mendengar informasi itu Tarmizi bertekad menyekolahkan anaknya, Syafril Derli Wibowo ke Al-Zaytun. Padahal, Tarmizi belum pernah datang ke Al-Zaytun dan wibowo baru naik ke kelas IV kala itu. Namun, tekad itu tak pernah berubah. “Alhamdulillah, sekarang keinginan itu terlaksana,” katanya usai penandatanganan akad..

Keinginan Tarmizi ini didasari satu cita-cita menyekolahkan anak ke pesantren. Hanya saja belum ada satu pesantren pun yang memikat hatinya meskipun sudah pernah didatangi dan semua informasinya telah didapat. “Saya melihat manajemen Al-Zaytun ini bagus dan itu yang mendorong saya menyekolahkan anak di sini,” kata Tarmizi, sarjana sosial yang tinggal di Perumahan Gemiling Permai, Bandar Lampung. Demikian halnya tentang manajemen penerimaan santri baru, mulai hafalan Juz ‘Amma sampai akad yang dinilai bagus, juga merupakan unsur penyemangat. Ia berpendapat hal itu merupakan unsur penting agar anak bisa berkembang dengan baik. Karena manajemen yang baiklah yang membuat aktivitas berjalan dengan baik pula. Itulah sebabnya satu harapantelah tertanam di benak Tarmizi ketika meninggalkan anaknya untuk dididik di Al-Zaytun. “Saya menginginkan anak saya tidak hanya pinter tetapi juga bener,” katanya. Sebuah asa yang begitu dalam maknanya dan sejatinya milik semua orang.

Tes wawancara calon santri dan walisantri merupakan bagian dari serangkaian tes penerimaan santri baru angkatan 2009/2010
Tes wawancara calon santri dan walisantri merupakan bagian dari serangkaian tes penerimaan santri baru angkatan 2009/2010

Harapan untuk menjadikan generasi yang lebih baik sudah disandangkan di pundak Al-Zaytun oleh ribuan orang tua. Cita-cita itu bisa terwujud jika ada sinergi positif dari semua elemen yang mendukung berjalannya roda pendidikan, baik pendidik, peserta didik maupun Al-Zaytun sebagai arena pendidikan. Syaikh Al-Zaytun, A.S. Panji Gumilang, saat memberikan sambutan kelulusan calon santri, 13 Juni lalu di Gedung Mini Zeteso menyampaikan agar pendidik, peserta didik, maupun lingkungan didik tidak melupakan makna dan tujuan mendidik.

Al-Zaytun merupakan suatu kampus yang bentuknya terpadu, dihuni oleh berbagai lapisan anak bangsa dari beragam suku bangsa maupun berbagai bangsa : Malaysia, Singapura, dan Afrika. Karena itu, pendidikan yang ada di Al-Zaytun mencerminkan pendidikan antar bangsa, atau global education. Dalam bentuk global education seperti ini Al-Zaytun mempersiapkan peserta didik agar memiliki satu pemikiran antar bangsa. Pemikiran seperti ini telah ditopang dengan kuatnya oleh dasar negara Indonesia yang berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. “Kemausiaan yang Adil dan Beradab itu mencerminkan bahwa manusia berada dalam satu payung,” kata Syaikh Al-Zaytun.

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Pendukung Jokowi di Sebut Kecebong ?

KEHEBATAN YAHUDI Menghancurkan BANGSA EROPA

Pembantaian Rawagede